Rapid Test COVID-19| Siapa yang Seharusnya Diuji?

by | Apr 7, 2020 | 0 comments

Rapid Test COVID-19,

Siapa yang Seharusnya Diuji?

 

Tidak habisnya pembicaraan, kasus dan berita mengenai COVID-19, saat ini pemerintah telah mengambil langkah lebih lanjut. Penelitian dari berbagai macam kalangan pun dilakukan untuk mencari cara untuk menghentikan pandemi ini. Salah satu cara dari pemerintah untuk menanggulangi pandemi COVID-19 yang menggunung ini adalah pengecekan COVID-19 melalui rapid test.

Rapid test adalah salah satu cara untuk mendeteksi COVID-19 secara cepat. Rapid test ini pertama kali mulai disebut-sebut pada tanggal 22 Maret 2020 oleh The United States Food and Drug Administration (FDA Amerika Serikat), pada hari itu telah memberi izin dan menyetujui uji diagnostik rapid test pertama, yang bisa mengidentifikasi virus SARS-CoV-2 dengan waktu sekitar 45 menit. Dari situ, rapid test ini mulai didistribusikan ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Pemerintah Daerah Khusus Ibukota (DKI) mendistribusikan sekitar 164.000 rapid test ke lebih seratus rumah sakit dan fasilitas kesehatan, dan mulai melakukan rapid test COVID-19 ke sekitar sepuluh ribu orang yang paling berisiko pada tanggal 24 Maret 2020, yang dilaksanakan selama empat hari. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga memberi informasi mengenai prioritas pengujian rapid test melalui konferensi pers online pada tanggal 26 Maret 2020. Prioritas tersebut kemudian dijabarkan dengan penjelasan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, meliputi :

  1. Pasien dengan pengawasan (PDP) dengan tiga kriteria khusus. Pertama, memiliki Infeksi Saluran Pernapasan Atas(ISPA), dengan gejala demam (≥38oC). Atau bisa juga orang dengan riwayat demam disertai salah satu gejala penyakit pernapasan seperti batuk, sesak napas, pilek, sakit tenggorokan, dan pneumonia ringan hingga berat. Gejala yang timbul tidak ada penyebab penyakit lain yang jelas, yang didasari oleh gambaran klinis yang meyakinkan. Ditambah, orang tersebut memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di area yang terpapar 14 hari sebelum gejala muncul. Kedua, orang dengan demam (≥380C) atau riwayat demam atau ISPA dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala, memiliki riwayat kontak dengan kasus COVID-19 yang sudah terkonfirmasi. Ketiga, orang dengan ISPA berat atau pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab penyakit lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.
  2. Orang Dalam Pemantauan (ODP) yang dibagi menjadi dua kategori khusus. Pertama, orang yang mengalami demam (≥380C) atau riwayat demam, atau gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek, sakit tenggorokan, batuk dan tidak ada penyebab penyakit lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan, dan orang tersebut memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di area yang terpapar pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala. Kedua, orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek, sakit tenggorokan, batuk dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19.
  3. Orang Tanpa Gejala (OTG), orang yang tidak memiliki gejala tetapi memiliki risiko tertular dari orang konfirmasi COVID-19. Orang tanpa gejala (OTG) adalah orang yang pernah kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19. Seperti tenaga medis atau petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar dan membersihkan ruangan di tempat perawatan tanpa menggunakan alat perlindungan diri (APD) sesuai standar. Lalu, orang yang berada dalam suatu ruangan yang sama dengan pasien COVID-19, berhubungan dengan PDP dan ODP (termasuk tempat kerja, kelas, rumah, acara besar) dalam 2 hari sebelum timbul gejala hingga 14 hari setelah timbul gejala. Terakhir, orang yang bepergian bersama (dengan jarak 1 meter) menggunakan segala jenis kendaraan dalam 2 hari sebelum timbul gejala  hingga 14 hari setelah timbul gejala.

Pada hari Senin, tanggal 30 Maret 2020, kemarin sebanyak 3.800 alat rapid test telah diedarkan ke seluruh kabupaten dan kota di Bali. Besoknya, pada hari Selasa tanggal 31 Maret 2020, rapid test mulai digunakan di Rumah Sakit Wangaya. Terbatas untuk ODP saja. Namun, alat rapid test ini belum bisa 100 persen akurat dalam melakukan tes COVID-19. Mengapa begitu?

Rapid test COVID-19 ini mendeteksi antibodi SARS-CoV-2,  yang berupa Immunoglobulin G (IgG) dan Immunoglobulin M (IgM), yang terdapat pada sampel darah. IgG dan IgM merupakan bentuk dari antibodi atau bagian dari sistem kekebalan tubuh. Antibodi ini berfungsi untuk pertahanan tubuh melawan virus. IgM merupakan bentuk pertahanan yang baru dibentuk jika virus masuk, sebagai garda terdepan. Saat tubuh merasa ada infeksi yang terjadi, maka kadar IgM di tubuh akan meningkat, bersiap-siap melawan virus atau bakteri. Sementara IgG adalah pengingat informasi mengenai virus, sehingga selanjutnya IgG akan menggantikan IgM di barisan terdepan, sebagai yang lebih mengenali virus tersebut. Tahapan infeksi pertama kali adalah saat virus masuk, IgM akan menyerang virus itu. Sehingga, IgM pasti terdeteksi. Lalu, IgG akan naik selanjutnya jika sudah mengenali virus, dan IgM akan turun. Seiring berjalannya waktu saat virus mulai bisa ditalukkan, IgG akan naik dan IgM akan turun.

Cara kerja rapid test ini adalah jika sampel darah masuk ke rapid test, antibodi yang ada di darah tersebut akan mengubah warna pada indikator rapid test. Pada masa awal infeksi, rapid test akan menunjukkan perubahan warna pada indikator IgM, karena IgM adalah sebagai antibodi yang mula-mula muncul untuk melawan virus itu. Jika indikator IgG juga berubah warna, maka bisa dipastikan bahwa infeksi virus sudah ada di tahap aktif. Namun, jika hanya IgG yang terdeteksi, bisa dibilang virus tersebut pernah “hinggap” di tubuh orang itu, namun sudah “dijinakkan”. Sehingga, rapid test ini dianggap tidak bisa benar-benar 100% menentukan apakah orang tersebut memiliki COVID-19. Walaupun hasilnya negatif, bukan berarti orang tersebut bebas dari COVID-19 sepenuhnya. Meskipun hasilnya negatif, tapi pernah kontak dengan pasien suspek atau COVID-19, bukan berarti tidak berisiko terinfeksi. Mungkin saja virus sudah masuk namun belum ada gejala dan belum terbentuk antibodi. IgM anti SARS-CoV-2 akan muncul 12 hari setelah gejala pertama, dan IgG anti SARS-CoV-2 akan muncul tiga hari setelah munculnya IgM, berarti 15 hari setelah gejala pertama. Lagipula, saat ini, benda-benda di sekitar kita yang disentuh banyak orang juga sebenarnya bisa “menularkan” COVID-19. Virus SARS-CoV-2 bisa bertahan selama beberapa jam di permukaan benda-benda.

Secara umum, virus corona dapat bertahan hidup di berbagai permukaan tempat, dengan masa hidup lima hari di plastik, 4-5 hari di kertas, empat hari di kaca, empat hari di kayu, 48 jam di besi, delapan jam di sarung tangan bedah, dan 2-8 jam di aluminium. Penelitian terbaru menunjukan bahwa SARS-CoV- 2 secara spesifik terdeteksi dalam aerosol hingga tiga jam, empat jam pada tembaga, dan 24 jam pada karton dan 3 hari pada plastik dan 2 hari pada besi tahan karat(stainless steel).

(Sumber : Persistence of Coronaviruses on Inanimate Surfaces and Their Inactivation With Biocidal Agents, Mar 2020)

Untuk benar-benar memastikan infeksi SARS-CoV-2, harus dilakukan tes Real Time Reverse TranscriptionPolymerase Chain Reaction (rRT-PCR). RT-PCR mendeteksi secara spesfifik asam nukleat dari 2019-nCoV dalam spesimen pernapasan atas dan bawah yang dikumpulkan dari orang yang memenuhi kriteria klinis COVID-19, atau yang diduga pernah terpapar atau kontak dengan orang yang memiliki COVID-19.

Karena rapid test ini terbatas, maka hanya beberapa orang tertentu saja yang perlu dan diprioritaskan untuk melakukan rapid test. Kebijakan prioritas pengujian berbeda-beda setiap negara, wilayah dan bahkan antar kota pun berbeda, tergantung kondisi penyebaran COVID-19 dicapai masyarakat dalam kurva pandemi dan tingkat kesiapsiagaannya.

Melalui Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tentang kebijakan mengenai prioritas rapid test, pertama kepada orang-orang yang kontak dekat dengan orang-orang dengan kasus positif yang sudah terkonfirmasi dan dirawat di rumah sakit, atau orang-orang dengan kasus konfirmasi positif yang sedang isolasi rumah, dan keluarganya. Lalu prioritas kedua adalah tenaga medis dan staff rumah sakit yang melakukan pelayanan terkait COVID-19.

Untuk di Bali sendiri, kurang lebih sama dengan yang di pusat. Prioritas pertama yang diujikan rapid test adalah pekerja migran Indonesia asal Bali yang sedang dikarantina. Pekerja migran  ini diprioritaskan karena mereka sempat berada di negara yang terpapar. Saat kembali ke Bali, kondisi mereka terlihat sehat dan tanpa gejala. Prioritas kedua, para tenaga medis. Prioritas ketiga, para ODP yang sudah menunjukkan gejala klinis COVID-19 seperti batuk, demam berkepanjangan. Bagi para ODP yang tidak menunjukan gejala klinis COVID-19,  tidak perlu melakukan rapid test.

Belakangan ini memang masyarakat dari berbagai kalangan ramai ingin melakukan uji rapid test. Namun, kita juga harus sadar bahwa ada orang lain yang lebih membutuhkan, mengingat adanya keterbatasan jumlah alat rapid test. Ditambah, mulai bermunculan alat rapid test yang dijual secara online dengan harga yang murah. Sebaiknya, kita tetap melakukan social distancing, jaga kebersihan, dan mencari-cari informasi terlebih dahulu, jangan langsung mempercayai yang ada. Jangan berasumsi atau membuat asumsi yang membuat kepanikan.

 

 

 

Sumber :

  1. Cable News Network Indonesia, 29 Maret 2020. Hasil Rapid Test di Jakarta, 121 Positif dan 10 Ribu Negatif. [diakses pada tanggal 2 April 2020]
  2. Centers for Disease Control and Prevention : Coronavirus Disease 2019. CDC 2019-Novel Coronavirus (2019-nCoV) Real-Time RT-PCR Diagnostic Panel : for Emergency Use Only. [last updated : 2 April 2020]
  3. Corman, VM. et. al. 2020. Detection of 2019 novel coronavirus (2019-nCoV) by real-time RT-PCR. Euro Surveill. Vol 25. no 3. Hh. 1-7
  4. Detik News, 26 Maret 2020. Pemprov DKI : Prioritas Rapid Test untuk Tenaga Medis dan Kontak Kasus Positif. [diakses pada tanggal 2 April 2020]
  5. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. 2020. Pedoman Pencegahan dan PengendalianCoronavirus Disease (COVID-19) : revisi ke-4, per 27 Maret 2020. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. [diakses pada tanggal 6 April 2020]
  6. G Kampf et al. 2020. Persistence of Coronaviruses on Inanimate Surfaces and Their Inactivation With Biocidal Agents. Journal of Hospital Infection.
  7. Juanjuan Zhao Jr. et al. 2019. Antibody responses to SARS-CoV-2 in patients of novel coronavirus disease. Medrxiv (pre-print). [diakses pada tanggal 5 April 2020]
  8. 8. National Institutes of Health, 17 Maret 2020. New Coronavirus Stable for Hours on Surfaces. [last updated : 2 April 2020]
  9. N van Doremalen, et al. 2020. Aerosol and surface stability of HCoV-19 (SARS-CoV-2) compared to SARS-CoV-1. The New England Journal of Medicine.
  10. Media Indonesia, 26 Maret 2020. Arnoldus Dhae. Rapid Test di Bali Diprioritaskan bagi ODP dan Pekerja Migran. [diakses pada tanggal 2 April 2020]
  11. 11. World Health Organization : COVID-19. Laboratory testing for coronavirus disease 2019 (COVID-19) in suspected human cases. [last updated : 2 April 2020]