Resusitasi Jantung dan Paru (RJP) yang merupakan prosedur emergency untuk menolong korban henti jantung tentunya mempunyai panduan resmi yang dapat dibaca dan pelajari dengan mudah. Panduan tersebut dikeluarkan oleh American Heart Assosciation. Update yang terbaru telah dipublikasikan pada tahun 2017 silam untuk menggantikan panduan tahun 2015.

Beberapa perubahan yang dibahas adalah sebagai berikut:

  1. Klasifikasi dan istilah yang dipakai untuk para penolong di tempat.

Pada panduan AHA 2015, penolong yang berada lokasi kejadian korban henti jantung disebutkan sebagai lay rescuers. Untuk pembaharuan terbaru di tahun 2017, lay rescuers dibedakan lagi menjadi 3: a. Yang tidak terlatih, b. terlatih untuk bantuan kompresi saja, dan c. terlatih untuk bantuan kompresi dan ventilasi.

 

  1. RJP yang dibantu tim Dispatcher.

Tim Dispatcher adalah tim yang dalam perjalanannya akan menuju lokasi korban ketika sudah diberikan informasi oleh warga sekitar. Ketika ada penolong di lokasi yang menelpon tim dispatcher, mereka akan memberikan instruksi RJP dengan kompresi saja kepada penolong tersebut hanya jika diperlukan saja. Hal ini dikarenakan jika ada penolong yang sudah terlatih melakukan RJP, ia tidak perlu lagi mendengarkan instruksi dari Tim Dispatch dan bisa focus untuk melakukan RJP tersebut.

 

  1. RJP yang terus berkelanjutan vs RJP yang diberi jeda.

Pembahasan ini dikhususkan bagi tenaga medis yang akan menggunakan alat bantu nafas pada korban.

Panduan AHA 2015 menyatakan bahwa RJP dilakukan dengan memberikan kompresi dan ventilasi dengan perbandingan 30:2 (setiap 30 kompresi sudah dilakukan, RJP diberi jeda untuk memberikan 2 nafas bantuan dengan durasi tidak lebih dari 1 detik) jika tidak ada alat bantu nafas.

Tapi pada Panduan AHA 2017 hal ini diperbaharui dengan dihilangkannya jeda untuk pemberian kompresi. Dihimbau bahwa kompresi harus tetap diberikan secara kontinu ditambah dengan pemberian nafas bantuan oleh penolong yang lain dengan perbandingan sebelumnya.

Jika dapat dilakukan, akan lebih baik jika saat melakukan kompresi yang kontinu dilakukan pemberian nafas setiap 6 detik untuk mengoptimalkan RJP. Hal tersebut dikarenakan satu nafas setiap enam detik sama dengan 10 nafas untuk satu menit dimana frekuensi nafas manusia adalah rata-rata 12-20 kali per menit.

Jika RJP dengan kondisi diatas telah dilakukan, tenaga medis baru diperbolehkan menggunakan alat bantu nafas pada pasien.

 

  1. RJP dengan kompresi saja vs RJP dengan kompresi dan ventilasi

Pembahasan ini ditujukan pada penolong yang ada di lokasi dan warga sekitar.

Dalam panduan AHA 2017, Untuk penolong awam yang tidak terlatih dihimbau untuk melakukan RJP dengan kompresi saja. Lalu bagaimana dengan nafas korban? Tidak perlu khawatir, karena dengan bantuan kompresi saja sebenarnya jika jalur nafas pasien lancar udara tetap dapat masuk ke paru karena adanya perbedaan tekanan ketika dilakukan kompresi.

Untuk orang awam yang terlatih dengan bantuan kompresi saja hal di atas juga direkomedasikan dalam panduan ini. Tapi jika ada penolong di lokasi yang terlatih untuk memberikan RJP dengan kompresi dan ventilasi, sangat dihimbau untuk penolong tersebut agar dapat memberikan pertolongan pada korban secara optimal dengan perbandingan kompresi dan ventilasi 30:2 tanpa pemberian jeda.

Daftar Pustaka

  1. Kleinman, M., Goldberger, Z., Rea, T., Swor, R., Bobrow, B., Brennan, E., Terry, M., Hemphill, R., Gazmuri, R., Hazinski, M. and Travers, A. (2017). 2017 American Heart Association Focused Update on Adult Basic Life Support and Cardiopulmonary Resuscitation Quality: An Update to the American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation, 137(1), pp.e7-e13.

 

  1. Correction to: 2017 American Heart Association Focused Update on Adult Basic Life Support and Cardiopulmonary Resuscitation Quality: An Update to the American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. (2017). Circulation, 137(1), pp.e14-e14.