TRIVIA 115 | DARURAT TEROR ULAR

by | Dec 27, 2019 | 0 comments

Darurat Teror Ular : Dari Mitos, Bahaya Penanganan,, Hingga  Pencegahan

 

Belakangan ini banyak sekali bermunculan berita mengenai ular kobra yang masuk ke rumah warga, dengan alibi “musim hujan”. Di musim hujan ini, dikabarkan banyak telur ular kobra yang menetas. Bahkan di Depok, ada anak berusia 8 tahun yang harus dirawat di rumah sakit karena digigit ular yang masuk ke dalam rumahnya. Mungkin ularnya tidak berbisa atau tidak mengganggu aktivitas penghuninya. Namun, ular tetaplah dianggap sebagai hewan yang berbahaya. Apalagi jika sudah memakan korban, seperti kejadian digigit ular. Mau tau bagaimana caranya agar terhindar dari teror ular? Yuk, sekarang mari kita bahas mitos, bahaya, penanganan dan pencegahannya!

Gigitan ular merupakan masalah kesehatan publik yang penting, apalagi pada daerah pedesaan. Diperkirakan setidaknya 421.000 kasus keracunan bisa ular dan 20.000 kematian timbul setiap tahunnya di seluruh dunia akibat gigitan ular. Korban gigitan yang selamat bisa mengalami cacat fisik permanen akibat kerusakan jaringan lokal, dan kerusakan psikologis. Beberapa korban yang digigit oleh ular memiliki gejala yang khas. Kebanyakan korban pasti panik saat digigit ular, sehingga bisa hiperventilasi (nafas belebihan) dan mengalami sensasi kebas dan ditusuk-tusuk pada ekstremitas, kesemutan tangan dan kaki, dan pusing. Korban lainnya dapat mengalami syok setelah gigitan, dengan kolaps disertai penurunan denyut jantung. Tampilan klinis korban gigitan ular bervariasi sesuai umur dan ukuran tubuh, spesies ular, jumlah dan lokasi gigitan, dan kuantitas dan toksisitas bisa. Tingkat kematian dan kecacatan  bergantung pada umur dan ukuran tubuh korban, disertai kondisi tubuh korban.

Panduan penanganan gigitan ular di Asia Tenggara oleh World Health Organization (WHO) adalah penanganan bantuan dasar, transportasi ke rumah sakit, penilaian klinis dan resusitasi segera, penilaian klinis mendetail dan diagnosis spesies, pemeriksaan laboratorium, pengobatan antivenom, pemantauan respons antivenom, menentukan apakah dosis lanjutan antivenom diperlukan, penanganan supportif, penanganan daerah gigitan, rehabilitasi, dan penanganan komplikasi kronik. Untuk sekarang, kita cukup membahas penanganan pertama dalam gigitan ular. Apa saja yang harus kita lakukan saat digigit ular?

Tatalaksana di tempat gigitan termasuk mengurangi atau mencegah penyebaran racun dengan cara imobilisasi ekstremitas, yaitu menimimalisir pergerakan daerah tubuh yang digigit ular. Istirahatkan korban dan pastikan daerah yang digigit ular tidak banyak bergerak. Posisikan bagian yang digigit ular di bawah jantung, jangan lupa bersihkan luka terlebih dahulu. Tanggalkan semua aksesoris yang ada di daerah luka. Dilanjutkan dengan transportasi yang cepat untuk membawa pasien ke rumah sakit terdekat, dan pasien tidak diberikan makan atau minum. Eksisi atau sayatan dan pengisapan tidak dianjurkan bila dalam 45 menit pasien dapat sampai di rumah sakit. Kalau bisa, hafalkan ciri-ciri ular yang menggigit, terutama kepalanya, dan dilapor ke petugas. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis ular yang menggigit apakah berbisa atau tidak.

Bantuan dasar diberikan secepatnya setelah gigitan, sebelum korban mencapai rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban gigitan ular sendiri atau orang lain yang ada. Metode bantuan dasar tradisional, popular, yang tersedia dan terjangkau seringkali tidak bermanfaat atau bahkan membahayakan. Metode-metode tersebut seperti insisi lokal, atau tusukan pada area gigitan, mengisap darah di daerah gigitan, mengikat erat tourniquet di sekitar gigitan, penggunaan bahan kimiawi, tanaman atau es batu. Menurut penelitian, penekanan di daerah luka menggunakan torniquet tidak efektif—apalagi jika dilakukan oleh orang awam. Hal ini bisa menyebabkan torniquet terlalu erat atau terlalu longgar, sehingga pemakaiannya tidak dianjurkan dan terlalu membuang-buang waktu.

Prinsip utama dari bantuan dasar adalah usaha untuk memperlambat penyerapan bisa di dalam sirkulasi atau sistemik tubuh, menyelamatkan hidup dan mencegah komplikasi sebelum pasien mendapat layanan kesehatan, memantau gejala awal bisa yang membahayakan, mengatur transportasi pasien ke penyedia kesehatan.

Masyarakat Indonesia dengan pemikirannya yang tradisional biasanya mengait-ngaitkan ular dengan sebuah “pertanda”. Bahkan, masyarakat banyak yang percaya sang ular “memilih” secara spesifik rumah mana yang ia tuju, pertanda sang penghuni rumah akan tertimpa kesialan. Padahal sebenarnya, tampilan rumah yang dihuni tersebut memiliki daya tarik sendiri untuk ular.

Memangnya, apa saja sih, yang sekiranya membuat ular tertarik masuk ke dalam rumah? Ular biasanya tertarik jika melihat adanya lapangan, kebun, dan rumah, saat tersedia perlindungan dan makanan, yang biasanya disediakan oleh manusia. Beberapa ular tertarik kepada cicak atau tokek yang biasanya bertengger di dinding atau pagar rumah, juga tikus dan kodok. Jadi, untuk menyingkirkan ular,  pertama-tama harus menyingkirkan hewan itu terlebih dahulu. Salah satunya adalah dengan menutup lubang-lubang yang memiliki akses ke dalam rumah. Jika ada tembok yang memiliki struktur-struktur berbatu, maka potensi untuk tikus dan kodok masuk lebih besar. Hal ini kebanyakan tidak disadari oleh masyarakat, dan untuk mencegah masuknya ular ke dalam rumah, orang-orang berkeyakinan untuk menaburkan garam di sekitar rumah.

Apakah menaburkan garam di sekitar rumah tersebut efektif? Ternyata, hal ini hanya mitos belaka. Cara paling mudah adalah dengan menjaga kebersihan, rapikan rumah agar tidak ada tumpukan-tumpukan sampah atau kardus. Ular tidak suka bau yang tajam. Lebih efektif lagi jika rumah dibersihkan dengan pembersih lantai atau kapur barus, apapun yang berbau pekat.

Nah, sudah tau kan bagaimana mitos, bahaya dan pencegahan dari ular? Sekarang mungkin bisa mulai diterapkan, untuk mencegah masuknya ular ke dalam rumah dan menghindari bahayanya. Jangan sampai “diteror” lagi oleh fenomena ular di musim hujan ini, ya!

 

Sumber :

  1. Luman, E. 2017. Gigitan Ular Berbisa. Medan : Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi – Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik.
  2. Parker-Cote, J. Meggs, WJ. 2018. First Aid and Pre-Hospital Management of Venomous Snakebites. Tropical Medicine and Infectious Disease. Division of Toxicology, Department of Emergency Medicine, Brody School of Medicine at East Carolina University, Greenville.
  3. Snake Bites: Emergency Response, First Aid and Prevention Fact Sheets Update 2015. Work Care Inc.
  4. Wendt, Drs J, et. al. Keeping Snakes Away From Your Home 2015 Update. Ipswitch Vet Group.
  5. World Health Organization : Guidelines for The Management of Snakebites. 2016 Update.